JAKARTA, Ketebalan es di kutub utara mengalami kecenderungan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Bahkan pada musim panas 2007 mencapai titik terendahnya.

Tebal es di puncak musim panas tahun lalu sekitar 23 persen lebih rendah dari batas minimum tahun 2005. Jika tren tersebut terus berlangsung , bukan mustahil ramalan sejumlah peneliti benar bahwa es di Kutub Utara suatu saat akan mencair seluruhnya pada musim panas.

Christian Haas dari Alfred Wegener Institute for Polar and Marine Research di Bremerhaven, Jerman, bersama timnya memperkirakan ketebalan laut es di sana selama musim panas tahun 2001, 2004, dan 2007. Mereka menemukan rata-rata ketebalan es di Kutub Utara di akhir musim panas 2007 adalah 1,3 meter. Sebagai perbandingan, ketebalan es 2,3 meter pada tahun 2001, dan 2,6 meter pada tahun 2004.

Tim tersebut pergi ke Kutub Utara menggunakan kapal pemecah es RFV Polarstern bulan Agustus dan September 2001, 2004, dan 2007. Ketika di sana, mereka menggunakan alat helicopter-borne untuk menentukan ketebalan es dengan mengukur daya konduksinya.

Sebelumnya, glasiologist mengukur ketebalan es dengan menempatkan alat secara langsung di atas es. Berdasarkan catatan, ketebalan es pada musim panas 1991 sebesar 3,1 meter.

sumber


Baru-baru ini Presiden terpilih Barack Obama berbincang-bincang dengan kontributor New York Times Michael Polen mengenai kebijakan pangan dan bahaya sistem peternakan saat ini.
Presiden terpilih Obama berkata:
"Saya baru saja membaca sebuah artikel di New York Times yang ditulis oleh Michael Pollen mengenai pangan dan fakta bahwa seluruh sistem peternakan kita bergantung pada minyak yang harganya murah. Sebagai akibatnya, sektor peternakan kita sebenarnya menyumbang lebih banyak gas rumah kaca daripada sektor transportasi kita. Dan sementara itu juga, peternakan menciptakan monokultur yang rentan terhadap ancaman ketahanan nasional, rentan terhadap harga pangan yang meroket ataupun anjlok, naik turunnya harga komoditas, dan sebagian bertanggung jawab atas ledakan biaya medis karena peternakan menyebabkan diabetes tipe 2, stroke, dan penyakit jantung, obesitas, semua hal yang mendorong pengeluaran besar-besaran dalam biaya medis kita. Itu hanya satu sektor ekonomi. Hal yang sama juga berlaku di sektor transportasi. Hal yang sama juga berlaku dalam konstruksi bangunan. Di seluruh bidang sama.
Bagi kami boleh dibilang kami akan memperbarui total bagaimana kita menggunakan energi untuk menangani perubahan iklim, menangani ketahanan nasional, dan mendorong ekonomi kita, itu akan menjadi prioritas nomor satu saya ketika saya masuk bekerja, dengan asumsi,
sudah jelas, bahwa kita sudah cukup berbuat sesuatu untuk menstabilkan
situasi ekonomi saat ini."
Akhirnya, Barack Obama mengakui secara terbuka bahwa peternakan menyumbang lebih banyak gas rumah kaca daripada seluruh transportasi.
Bagi Anda yang belum tahu mengenai hal ini, silakan simak laporan PBB berikut ini :
Food and Agriculture Organization (FAO) PBB menyebutkan produksi daging menyumbang 18% pemanasan global, lebih besar daripada sumbangan seluruh transportasi di dunia (13,5%).3 Lebih lanjut, dalam laporan FAO, "Livestock's Long Shadow", 2006 dipaparkan bahwa peternakan menyumbang 65% gas nitro oksida dunia (310 kali lebih kuat dari CO2) dan 37% gas metana dunia (72 kali lebih kuat dari CO2)4.
Selain itu, United Nations Environment Programme (UNEP), dalam buku panduan "Kick The Habit", 2008, menyebutkan bahwa pola makan daging untuk setiap orang per tahunnya menyumbang 6.700 kg CO2, sementara diet vegan per orangnya hanya menyumbang 190 kg CO2. Tidak mengherankan bila ahli iklim terkemuka PBB, yang merupakan Ketua Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) PBB, Dr. Rajendra Pachauri, menganjurkan orang untuk berhenti makan daging untuk mengerem pemanasan global.
"Jika seluruh dunia menjadi 100% vegetarian saat ini, efek baiknya akan terlihat kira-kira dalam 60 hari. Dunia akan kembali menjadi Firdaus.

London, Salah satu isu yang masih hangat pada 2008 ini adalah perubahan iklim. Bergulirnya isu tersebut membuat orang di dunia berbondong-bondong memperbaiki gaya hidupnya.

Perubahan iklim telah menyebabkan kerusakan alam yang miris, seperti mencairnya es-es abadi di Kutub Utara. Sejumlah ahli di dunia bahkan memprediksi lapisan es abadi di Kutub Utara mungkin hilang sama sekali tahun ini.

Jika kondisi tersebut benar-benar terjadi, kenaikan muka air laut akibat pencairan es besar-besaran tidak dapat dicegah. Banjir mengancam kawasan pesisir seluruh dunia. Kenaikan suhu atmosfer juga ditengarai memicu badai makin sering dan kuat sehingga meningkatkan risiko ancaman kerusakan.

Untuk mencegah hal tersebut bisa dilakukan dengan sederhana asal disadari semua orang. Pakar iklim dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), salah satu badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Rajendra Pachauri, berhasil menemukan hal yang sangat sederhana untuk memperlambat efek perubahan iklim di dunia.

Menurut dia, mengurangi konsumsi daging dapat mereduksi efek tersebut. Dia mengatakan setiap orang harus rela meluangkan satu hari dalam seminggu, hidup tanpa asupan daging.

"Jangan makan daging satu hari dalam satu minggu secara rutin, itu akan mereduksi efek tersebut," ujarnya. Pria vegetarian berusia 68 tahun itu menuturkan diet ini sangat penting karena akan mengurangi jumlah ternak.

Sebab, menurut Badan Pangan Dunia (FAO), usaha peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca secara langsung sebesar 18 persen dari proses pengolahan hingga pemotongan serta gas buang ternak yang mengandung methan. Pengendalian ternak bakal memberikan dampak signifikan.


Berdasarkan Data Organisasi Kesehatan dunia (WHO) sebanyak 30 penyakit baru yang muncul sepanjang tahun 1976-2008 akibat perubahan iklim dan pemanasan global. Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup, Amanda Katil Niode mengatakan munculnya penyakit ini karena temperatur suhu panas bumi yang terus meningkat.

"Yang paling jelas kelihatan penyakit demam berdarah, kolera, diare, disusul virus ebola yang sangat mematikan," katanya di sela-sela penganugerahan Raksaniyata 2008 di Jakarta. Menurut dia, masalah kesehatan akibat pemanasan global memang sangat dirasakan parahnya oleh negara-negara berkembang yang sebagian masih miskin karena minimnya dana sehingga tak mampu lagi melaksanakan berbagai program persiapan dan tanggap darurat.

Untuk mengatasi dampak buruk perubahan iklim terhadap kesehatan manusia itu, tidak bisa dilakukan sendiri oleh masing-masing negara. Upaya itu baru akan berhasil jika dilakukan melalui kerja sama global, seperti misalnya meningkatkan pengawasan dan pengendalian penyakit-penyakit infeksi, memastikan penggunaan air tanah yang kian surut, dan mengkoordinasikan tindakan kesehatan darurat.

"Itu semua penting dilakukan, karena perubahan iklim jelas-jelas akibat dari kegiatan manusia yang tak peduli terhadap keseimbangan alam, yang kemudian berimplikasi serius terhadap kesehatan publik," ujarnya.

Selain menyebabkan gangguan kesehatan, perubahan iklim juga mengakibatkan berbagai bencana alam yang sangat besar. Sepanjang tahun 2006 telah terjadi 390 bencana besar di dunia yang banyak menelan korban.

"Amerika Serikat paling banyak terjadi bencana dibanding negara-negara lain, tetapi untuk jumlah korban paling banyak saat tsunami terjadi di Aceh pada 2004 lalu," jelasnya.

Di Indonesia sendiri, kata dia, bencana alam banyak terjadi akibat kesadaran masyarakat yang lemah, seperti pembalakan liar, kebakaran hutan, dan pembuangan karbon dioksida (CO2). Agar bencana alam dapat diminimalisir diperlukan sinkronisasi antara pemerintah, dunia usaha dan individu.

Paris (AFPn
“Jangan makan daging, kendarai sepeda, dan jadilah konsumen yang hemat ”itulah bagaimana Anda dapat membantu mengerem pemanasan global, itulah yang dikatakan oleh Rajendra Pachauri, ketua dari panel perubahan iklim PBB yang juga pemenang hadiah Nobel.

Laporan tahun 2007 yang dirilis oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) lebih menyoroti masalah “pentingnya mengubah pola hidup,” kata Rajendra Pachauri dalam sebuah konferensi pers di Paris. “Ini adalah sesuatu yang takut untuk diucapkan oleh IPCC beberapa waktu yang lalu, tetapi kini sudah saatnya kami harus mengatakannya.” Kurangilah konsumsi daging — daging benar-benar komoditas penghasil karbon yang signifikan,” katanya, menambahkan pernyataan sebelumnya bahwa konsumsi daging dalam jumlah besar juga buruk bagi kesehatan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa menghasilkan 1 kg daging akan menghasilkan 36,4 kg emisi karbon dioksida. Sebagai tambahan, pemeliharaan dan transportasi yang digunakan untuk menghasilkan sepotong daging sapi, kambing, atau babi tersebut membutuhkan energi dalam jumlah yang sama untuk menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama tiga minggu.

Sambil menyebutkan hal-hal yang bisa dilakukan perorangan untuk melawan pemanasan global, Pachauri memuji sistem komunal, dan akses sepeda berlangganan di Paris dan kotakota lain di Perancis sebagai “perkembangan yang sangat hebat.” “Daripada mengendarai mobil hanya untuk menempuh jarak 500 meter, kita dapat menggunakan sepeda atau berjalan kaki dan itu akan menghasilkan perbedaan yang sangat besar,” katanya kepada jurnalis-jurnalis yang menghadiri konferensi pers tersebut.

Perubahan pola hidup lain yang dapat berkontribusi dalam perlawanan dengan pemanasan global adalah
dengan tidak membeli barang “hanya karena mereka tersedia.” Dia meminta agar konsumen membeli hanya barang-barang yang benar-benar mereka butuhkan.

Sejak penganugerahan nobel kepada IPCC dan mantan wakil presiden Amerika Serikat Al Gore pada Oktober2007 kemarin, Pachauri telah berkeliling dunia untuk memperingatkan bahaya pemanasan global kepada dunia.

“Saat ini, gambarannya masih suram—apabila umat manusia tidak segera melakukan sesuatu, maka perubahan iklim akan memberikan dampak yang sangat serius,” dia memperingatkan.

Di saat yang sama, dia mengatakan bahwa dia terdorong oleh hasil dari UNFCCC yang diadakan di Bali
kemarin, juga oleh prospek dari system administrasi yang baru di Washington.
(Pemilu Presiden akan segera berlangsung di Amerika Serikat — Penyadur)

“Pernyataan yang terakhir jelas menyebutkan untuk memotong emisi gas rumah kaca besar-besaran, saya
pikir orang tidak dapat lari dari terminology tersebut,” katanya.
Pertemuan di Bali telah menciptakan kerangka untuk perjanjian global tentang bagaimana kita harus menekan emisi karbon dioksida dan gas-gas lainnya yang terbentuk akibat dari aktifitas manusia, yang akhirnya akan mendorong perubahan iklim.
Pachauri juga merasa optimistis dengan melihat fakta bahwa inilah pertama kalinya sejak negara-negara
di dunia melakukan pertemuan tentang pemanasan global di tahun 1994, “kali ini tidak ada lagi yang mempertanyakan hasil dan fakta yang ditemukan IPCC.”
“Ilmu pengetahuan telah menjadi basis dari tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencegah perubahan iklim,” katanya.

Pada tahun 2007, IPCC telah mengeluarkan laporan seukuran tiga buah buku telepon tentang realitas dan
resiko dari perubahan iklim, itu adalah penelitian ke-4 dalam kurun 18 tahun.
Pachauri mengatakan bahwa sudah terlambat bagi Washington untuk meratifikasi Protokol Kyoto, perjanjian internasional telah mengamanatkan pemotongan emisi karbon dioksida.
Amerika Serikat adalah satu-satunya negara industri yang tidak mau membuat komitmen seperti itu.
Tetapi dia masih menaruh harapan bagi Amerika Serikat—di bawah administrasi yang baru—nantinya
Amerika Serikat dapat menjadi peserta inti penandatanganan perjanjian-perjanjian berikutnya.
“Dengan pergantian politik yang akan terjadi di Amerika Serikat, harapan untuk terjadinya hal tersebut pasti akan lebih besar dibanding kasus yang terjadi beberapa bulan lalu,” tambahnya.

Di umur 67 tahun, Pachauri mengatakan bahwa dia masih belum memutuskan apakah dia masih akan
mengambil untuk kedua kalinya mandate sebagai ketua dari IPCC. Pemilihan akan diadakan pada bulan September. Di kesempatan lain, dia berkata, pengalaman yang dia miliki selama ini akan memberinya kesempatan lebih besar untuk terpilih kembali.

Tetapi kelebihan dari pensiun, dikatakannya sambil tersenyum, adalah — emisi karbon dioksida yang
dihasilkannya dari segala perjalanan dinasnya — akan berkurang drastis.

LEBIH dari dua triliun ton es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair sejak tahun 2003. Hasil pengukuran menggunakan data pengamatan satelit GRACE milik NASA itu menunjukkan bukti terbaru dampak dari pemanasan global.

"Antara Greenland, Antartika, dan Alaska, pencairan lapisan es telah meningkatkan air laut setinggi seperlima inci dalam lima tahun terakhir," kata Scott Luthcke, geofisikawan NASA.

Dari pengukuran tersebut, lebih dari setengahnya adalah es yang sebelumnya ada di Greenland. Selama lima tahun, es yang mencair dari Greenland tersebut mengalir ke Teluk Chesapeake dan mengalir ke laut lepas. Bahkan menurut Luthcke, pencairan es di Greenland akan berlangsung semakin cepat.

Mencairnya es di daratan sebenarnya tak berpengaruh langsung terhadap kenaikan muka air laut di seluruh dunia seperti mencairnya lautan beku. Pada tahun 1990-an, pencairan es di Greenland tidak menyebabkan peningkatan air laut yang berarti.

"Namun, saat ini Greenland turut meningkatkan setengah milimeter tingkat air laut per tahun," kata ilmuwan es NASA Jay Zwally. “Pencairan terus memburuk. Ini menunjukkan tanda yang kuat dari pencairan dan amplifikasi. Tidak ada perbaikan yang terjadi,” lanjut Zwally.

Sebagai World Resources Institute menyoroti ada kontras yang besar antara maju / negara-negara industri dan negara-negara berkembang yang lebih miskin dalam emisi rumah kaca, serta alasan bagi orang-orang emisi. Contoh:

  1. Dalam hal sejarah emisi, negara-negara industri rekening sekitar 80% dari peningkatan karbon dioksida di atmosfer to-date. Sejak 1950, AS telah dipancarkan secara kumulatif total sekitar 50.7 milyar ton karbon, sementara Cina (4,6 kali lebih padat) dan India (3,5 kali lebih padat) telah dipancarkan hanya 15,7 ton dan 4,2 miliar masing-masing (walaupun jumlah mereka akan meningkat) .
  2. Setiap tahun, lebih dari 60 persen industri global emisi karbon dioksida berasal dari negara-negara industri, di mana hanya sekitar 20 persen dari populasi dunia berada.
  3. Sebagian besar pertumbuhan emisi di negara-negara berkembang hasil dari penyediaan kebutuhan dasar manusia untuk pertumbuhan populasi, sedangkan emisi di negara industri memberikan kontribusi untuk pertumbuhan standar hidup yang sudah jauh di atas rata-rata orang dari seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan oleh kontras yang besar dalam emisi karbon per kapita antara industri dan negara-negara berkembang. Per kapita emisi karbon di Amerika Serikat lebih dari 20 kali lebih tinggi dari India, 12 kali lebih tinggi dari Brasil dan tujuh kali lebih tinggi dari Cina.

Pada tahun 1997 Konferensi Kyoto, negara-negara industri berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan 5,2% di bawah tingkat 1990 untuk periode 2008-2012. (Para Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengatakan dalam laporan 1990 bahwa 60% pengurangan emisi diperlukan.

Profil Sekolah

Image and video hosting by TinyPic

SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar

Alamat: Jalan Kamboja 11A Denpasar, Bali - 80232
Telp.: (0361) 263287
Website: http://www.sma-saraswati1.sch.id
E-mail: info@sma-saraswati1.sch.id
 

Mengenai Saya

Foto saya
Nama :Ni Putu Suwasti Kumala Dewi sekolah : SMA(SLUA) Saraswati 1 DPS. Anak : pertama dari dua bersaudara Hobi:membaca, menulis, belajar, berkebun.

GLOBAL WARMING

Blog ini membahas tentang apa, bagaimana, dan kenapa global warming bisa terjadi serta efek atau dampak yang ditimbulkannya.
Tidak hanya itu, di dalam blog ini juga dijelaskan tentang efek rumah kaca atau yang sering disebut dengan green house.
Di dalam blog juga dijelaskan secara detail tentang topik yang dibahas, dengan mengikutkan pehitungan terhadap dampak lingkungan sekitarnya serta bagaimana peninjauan terhadap masalah global ini.
Selain itu, ditampilkan pula data ontentik terhadap keadaan lingkungan setelah dampak global warming.

Menurut anda negara mana yang paling dominan menyumbangkan polusi ?

Blog Follower

free counters